Ketika ditanya, “Hal apa yang didapat dari berlatih mindfulness?” Guru agung menjawab, “Tidak ada sama sekali, hanya kehilangan. Kehilangan kemarahan, ketakutan, dan ketidaktenangan.”
Dalam keseharian, sering kita mendengar nasihat yang berkaitan dengan waktu. Pedagang punya motto waktu adalah uang, olahragawan punya semboyan waktu adalah prestasi, marketing perusahaan punya panji-panji jangan lewatkan setiap kesempatan yang ada. Sering dalam beraktivitas, kita merasa dikejar-kejar oleh waktu, seakan waktu selalu habis. Padahal realitas yang berlangsung di depan kita sebenarnya adalah netral, tidak mengandung “lama/cepat”. Artinya kita sendirilah yang memberikan label sesuai dengan kondisi emosi kita.
Pada awalnya, konsep waktu diciptakan untuk mempermudah hidup, misalnya untuk membuat janji dengan orang lain, merencanakan suatu tindakan, atau menceritakan peristiwa di masa lalu. Namun berbeda dengan sensasi bau, raba, rasa, visual, dan suara yang dapat secara langsung kita inderai, tubuh kita tidak memiliki area reseptor spesifik untuk menangkap sensasi waktu. Akibatnya, sering terjadi distorsi dalam cara kita mempersepsi waktu.
Model attentional gate yang dikemukakan oleh ahli psikologi kognifif Profesor Dan Zakay menyebutkan bahwa manusia memiliki kewaspadaan terhadap lintasan waktu yang sangat dipengaruhi oleh tuntutan atensi (disebut sebagai“pagar atensi”). Saat kita sedang kesakitan, atau saat kita sedang menghadiri acara yang membosankan, benak kita bertanya-tanya “kapan” rasa sakit atau rasa bosan itu akan berakhir. Pada saat seperti ini, atensi kita menjadi sangat terfokus pada waktu. Pagar atensi menjadi terbuka lebar sehingga durasi waktu terasa lebih panjang. Sebaliknya, pada saat waktu menjadi tidak penting (saat liburan, atau saat bersama orang yang kita cintai), kita tidak lagi memberikan atensi berlebihan terhadap waktu sehingga pagar atensi pun menyempit.
Dapatkah kita memiliki persepsi yang lebih panjang terhadap waktu, sekaligus menikmati kegiatan apapun yang kita lakukan tanpa merasa terburu-buru? Sebuah eksperimen mindfulness yang dilakukan di University of Kent di Inggris menemukan bahwa individu yang diminta untuk berlatih memfokuskan atensi terhadap pergerakan napas di dalam tubuh selama 10 menit cenderung mengklasifikan durasi stimulus sebagai “lebih panjang” dibanding sebelum latihan mindfulness. Artinya, ketika atensi kita terfokus pada stimulasi internal (napas), persepsi kita terhadap waktu menjadi lebih luas. Kita tidak lagi merasa dikejar oleh waktu, namun kita mampu mengalokasikan lebih banyak sumber daya atensi untuk menyelesaikan tugas yang ada di hadapan kita. Mengenali waktu dengan benar adalah sebab yang berakibat waktu akan berpihak kepada kita.
- Kutipan selengkapnya: Yusainy, C. (2015). Manfaat mindfulness. Dalam Adjie Silarus, Sadar penuh, hadir utuh (hlm. 25 -28). Jakarta: Transmedia.
Mindfulness-based education bersama Global Sevilla International School dan Adjie Santosoputro.